Komisi III Minta KPK Usut Kembali SP3 VLCC
11-02-2009 /
KOMISI III
Komisi III DPR meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencermati dan mengusut kembali kasus yang melibatkan Laksamana Sukardi usai dikeluarkannya Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) kasus penjualan kapal tanker Very Large Crude Cruiser (VLCC).
Komisi III mencatat, berdasarkan rekomendasi DPR yang dibawa ke Paripurna, bahwa Laksamana Sukardi merupakan orang yang paling bertanggung jawab atas kasus penjualan kapal tanker milik Pertamina tersebut.
"VLCC adalah kasus yang saya anggap sebagai kasus yang tidak terjangkau dan diabaikan KPK, untuk itu coba cermati kembali kasus ini" ujar anggota Komisi III Gayus Lumbuun (F-PDIP) saat RDP KPK dengan Komisi III DPR di Gedung DPR RI, Jakarta, Rabu (11/2/2009).
Lebih lanjut Gayus mengingatkan bahwa KPK adalah satu-satunya lembaga hukum yang saat ini dipercaya oleh masyarakat Indonesia dan diharapkan mampu mengungkap berbagai kasus korupsi di tanah air.
"Padahal sudah ada tersangkanya, jadi kami minta KPK untuk lebih mencermati dan tidak perlu dihentikan," pungkasnya.
Sekedar informasi, Laksamana Sukardi telah menandatangani berita acara SP3, Selasa 10 Februari kemarin. Dia datang ke Kejaksaan Agung Jalan Sultan Hasanuddin dengan ditemani oleh kuasa hukum Petrus Selestinus dan juga massa Partai Demokrasi Pembaruan (PDP).
Penandatanganan SP3 ini telah menghapus status tersangkanya setelah diduga melakukan tindak pidana korupsi dengan menjual aset negara berupa kapal tanker VLCC milik Pertamina senilai USD54 juta. Namun dalam audit, BPK tidak menemukan adanya kerugian negara.
Jaksa Agung Hendarman Supandji mengatakan, SP3 yang disepakatinya bukanlah akhir dari penyelesaian kasus. Menurutnya, jika suatu hari ditemukan adanya kerugian negara, maka kasus ini dapat dibuka kembali.
Disisi lain, saat RDP dengan Komisi III, Ketua KPK Antasari Azhar dalam pemaparannya dihadapan anggota Komisi III mengatakan KPK telah mengajukan anggaran pembangunan gedung baru sebesar Rp 187.9 Miliar kepada DPR dan rencana Pembangunannya direncanakan akan dilakukan dengan 2 tahap. Tahap pertama ditahun 2009 butuh dana Rp 90 miliar dan tahap kedua pada tahun 2010 sebesar Rp. 97,9 miliar.
Untuk itu, menurut Antasari, Dirjen Anggaran Depkeu telah meminta KPK berkoordinasi dengan Komisi III DPR terkait penggunaan dana tahap pertama. “Kami harapkan dana Rp 90 miliar dapat disetujui oleh anggota dewan," kata Antasari.
KPK mengajukan penambahan anggaran pembangunan gedung diatas tanah seluas 8.294 m2, yang terletak di belakang kantornya saat ini. Untuk merealisasikan rencana itu, diperlukan tambahan biaya Rp 187,9 miliar yang dibagi dalam APBN tahun 2009 (Rp 90 miliar) dan tahun 2010 (Rp 97,9 miliar).
Menurut Antasari, anggaran tambahan pembagunan gedung diajukan, karena gedung KPK di Jalan HR Rasuna Said saat ini tidak mampu lagi menampung jumlah pegawai. Rencannya gedung yang ada sekarang hanya akan digunakan untuk pemeriksaan. “Sekarang ruang pemeriksaan dicampur dengan ruang penyidikan,†kata Antasari.
KPK juga mengajukan tambahan anggaran Rp 31 miliar untuk menambah 133 pegawai. Penambahan pegawai untuk memaksimalkan pemenuhan beban kerja yang diemban KPK. Untuk supervisi ke daerah, KPK sudah mendapat tambahan 22 orang personel polisi dan 22 orang personel kejaksaan. (nt)